Selamat Datang Di Beranda Yang Sangat Sederhana Ini....... ^_^

ASKEP PIMOSIS DAN HIPOSPADIA


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kelainan pada genitalia eksternal sangat menggangu bagi penderita terutama untuk orang tua penderita, yang secara tak sadar telah menggangu emosional mereka, baik dari segi struktur alat reproduktif ini dan mungkin juga akibat yang akan ditimbulkan pada generasi masa depan mereka.
Pada janin laki-laki, tubercle memperbesar untuk membentuk penis; lipatan genital menjadi batang dari penis; dan lipatan labioscrotal memadukan untuk membentuk scrotum. Pembentukan terjadi selama 12-16 minggu kehamilan dan testicular hormon yang berperan besar dalam keadaan ini. Testosterone dan metabolite aktifnya, dihydrotestosterone, menentukan stabilisasi dan pembentukan penuh genitalia internal dan eksternal. Kelainan pada fase ini dapat menyebabkan kelainan kongenital yang dapat berpengaruh besar pada perkembangan fisik maupun psikologis dari si anak sendiri maupun orang tua mereka. Disini kami mencoba membahas tentang beberapa kelainan kongenital pada alat kelamin luar pria dan penangannya.
Pada kasus fimosis Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang sulkus glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki; hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Dan pada kasus hipospsdia Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil penelitian pakar kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi laki-laki kelahiran hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.
Penyebabnya dari fimosis itu sendiri bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan. Bagaimana gejalanya? Untuk menandai apakah anak memang mengalami funosis, orang tua sebaiknya mencermati beberapa gejala berikut : Kulit penis anak tak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan. Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung. Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Begitu juga kasus hipospadia disebabkan faktor lingkungan dan pola hidup yang kurang sehat, akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan hipospadia.
Upaya yang diberikan dengan tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya, apalagi jika fimosisnya menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan sirkumsisi pada anak juga harus dipertimbangkan masalah pembiusannya karena akan mempengaruhi kondisi kejiwaannya kelak kemudian hari. Selain itu akan membahayakan, karena dapat melukai penisnya dan jahitan kulit penis tidak dapat dikerjakan secara sempurna (info-sehat.com)



B.     TUJUAN
Setelah menyunsun makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui gambaran umum tentang penyakit fimosis dan hipospadia dan proses asuhan keperawatannya.

C.    MANFAAT
1.        Untuk memperdalam pengetahuan dalam proses keperawatanMedikal Bedah khususnya pada kasus fimosis dan hipospadia
2.        Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fimosis dan hipospadia
3.         Mahasiswa mampu menjelaskan penyebabkan fimosis dan hipospadia
4.        Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala fimosis dan hipospadia
5.        Mahasiswa mampu menjelaskan patofisologi fimosis dan hipospadia
6.         Mahasiswa mampu menjelaskan manisfestasi klinis fimosis dan hipospadia
7.        Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada fimosis dan hipospadia
8.         Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pasien dengan kasus fimosis dan hipospadia
9.        Mahasiswa mampu melakukan asuhan kperawatan pada pasien fimosis dan hipospadia





BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.  KONSEP DASAR TEORI
a.  Definisi
1)  Fimosis
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menahun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).
Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah apat diretraksi.

2)  Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan di mana meatus uretra eksterna terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung gland , penis).
Pada hipospadia, yang mempunyai frekwensi 8 per 1000 bayi pria, meatus urethra terletak dalam posisi lebih proksimal dibandingkan dengan letak normal pada sisi ventral penis. Meatus dapat terletak sejauh perineum di belakang, tetapi yang lazim hipospadia terletak lebih distal. Hipospadia cenderung familial dan sering disertai dengan chordee, suatu lengkungan ventral penis. Bisa juga disertai dengan testis undesensus atau kelainan genitourinarius lain. Hipospadia parah lebih mungkin discrtai dcngan anomali genitourinaria lain. Berbagai perbaikan bedah telah dirancang untuk perbaikan hipospadia. Angka keberhasilan untuk perbaikan hipospadia telah banyak meningkat karena pemahaman kepentingan penanganan jaringan yang cermat dan juga perbaikan teknik bedah. Komplikasi seperti pembentukan fistula dan striktura pascabedah timbul dalam sekitar 15 sampai 20 persen pasien. Masalah ini dijaga seminimum mungkin bila rekonstruksi dilaku¬kan oleh ahli bedah yang berpengalaman menghadapi kelainan ini dan yang akrab dengan banyak pilihan bedah yang tersedia.
Klasifikasi hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
a)        Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b)        Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c)        Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

b.  Anatomi Fisiologi

Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum (kantung zakar) dan testis (buah zakar). Struktur dalamnya terdiri dari vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis.
Struktur
Penis terdiri dari:
- Akar (menempel pada dinding perut)
- Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
- Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis.
Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil:
- 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan.
- Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra.
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosteron (hormon seks pria yang utama)
c.  Etiologi
1)  Fimosis
Fimosis dapat terjadi karena infeksi bakteri di daerah preputium
2)  Hipospadia
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetik Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi




d.  Gejala Klinis
1)  Fimosis
Fimosis menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis). Kadang kala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung penis yang tak lain timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami jeskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
2)  Hipospadia
a)      Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b)      Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c)      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d)     Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e)      Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f)       Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g)      Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h)      Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i)        Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

e.  Patofisiologi
BAKTERI
Fimosis
Di daerah prepotium
 



Infeksi
 
Terjadi timbunan smegma dalam sakus prepesium penis
Benjolan lunak diujung penis
Pancaran urine mengecil
Retensi urine
Resiko injuri
Gangguan rasa nyaman nyeri
cemas
 
















BAYI
Hipospadia
Ketidakseimbangan hormon
Perkembangan janin terganggu
 



Hambatan penutupan uretra penis
Uretra jatuh menyatu kemidline & meatus terbuka pada vental penis
Perkembanga uretra dalam utero terganggu
Prepusium menumpuk di bagian punggung penis
Retensi urine
nyeri
Eliminasi urine terganggu
Timbul
Glans penis keras
chordee
nyeri
Penis bengkok
cemas
 



















h.  Penatalaksaan
1)  Fimosis
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada fimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep Deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat diretraksi spontan. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau prostitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi.
2)  Hipospadia
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a)  Operasi penglepasan chordee dan tunneling.Dilakukan pada usia 1.5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCI 0,9 % ke dalam korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunnelling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee clan pembuatan tunnelling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
b)  Operasi uretroplasti Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatirkan akan timbal rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya.

2.  KONSEP DASAR ASKEP
a.  Pengkajian
1)        Fisik
a)        Pemeriksaan genetalia
b)        Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
c)        Kaji fungsi perkemihan
d)       Adanya lekukan pada ujung penis
e)        Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f)         Terbukanya uretra pada ventral
g)        Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage.
2)        Mental
a)      Sikap pasien sewaktu diperiksa
b)      Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c)      Tingkat kecemasan
d)     Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

b.  Diagnosa
1)        Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pemumpukan prepusium dipunggung penis
2)        Ganguan eliminasi uri berhubungan dengan retensi uri
3)        Gangguan kecemasan berhubungan dengan penis yang abnormal
4)        Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya benjolan
5)        Resiko injuri berhubungan dengan pancaran uri yang tidak normal

c.  Intervansi
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pemumpukan prepusium dipunggung penis
Tujuan: dalam 1x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil:
  • TTV normal
  • nyeri berkurang dalam 1x24 jam
  • wajah tidak menyeringai
  • pasien mengatakan nyeri berkurang
Intervensi:
1)      observasi skala nyeri
R/ menentukan intervensi yag tepat
2)      pantau TTV
R/ mengetahui perubahan respon tubuh pasien
3)      ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
R/ mengurangi tingkat nyeri
4)      berikan penjelasan menngenai kondisi pasien
R/ pasien lebih kooperatif dalam tindakan keperawatan
5)      kolaborasi dengan dokter
R/ mempercepat proses penyembuhan
6)      berikan posisi yang nyaman
R/ mengurangi rasa nyeri

Diagnosa  2: Gangguan eliminasi uri berhubungan dengan retensi uri
Tujuan: dalam 1x24 jam pasien dapat BAK
Kriteria hasil:
  • TTV normal
  • dalam 1x24 jam tidak ada gangguan eliminasi uri
  • tidak terpasang kateter
Intervensi:
1)      Pantau TTV
R/ mengetahui respon tubuh pasien
2)      Jelaskan mengenai kondisi pasien
R/ agar pasien legih kooperatif
3)      Ukur intake dan output cairan
R/ monitor keseimbangan cairan
4)      Lakukan latihan pergerakan
R/ meningkatkan fungsi blader
5)      Lakukan relaksasi dalam berkemih
R/ merelaksasi pikiran dan meningkatkan kemampuan berkemih
6)      Kolaborasi dengan tim medis
R/ mempercepat proses penyembuhan

Diagnosa  3: Gangguan kecemasan berhubungan dengan penis yang abnormal
Tujuan : dalam 1x24 jam kecemasan berkurang
Kriteria hasil:
·         TTV normal
·         wajah pasien tidak cemas
·         dalam 1x24 jam cemas berkurang
Intervensi:
1)      pantau TTV
R/ mengetahui respon tubuh pasien
2)      berikan penjelasan tentang kondisi pasien
R/ meningkatkan kerjasama pasien
3)      berikan dukungan dan motivasi
R/ mengurangi rasa cemas
4)      lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga
R/ agar pasien lebih kooperatif
5)      kolabirasi dengan tim medis
R/ mempercepat proses penyembuhan
d.  Implementasi
1)        Melakukan pendekatan pada px dan keluarga
2)        Mengkaji factor yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan
3)        Memberi penjelasan pada px dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan nutrisi bagi tubuh
4)        Berkolaborasi dengan tim medis

e.  Evaluasi
1)        Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
2)        Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter atau perawat.
3)        Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).










BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
Penyebab terjadinya kelainan embrional sering tidak diketahui. Gangguan ini dapat menyebabkan efek psikologis baik pada penderita dan orangtuanya. Efek patologi yang mungkin terjadi adalah obstruksi saluran kemih, inkontinensia kemih, infertilitas, gangguan faal seks, predisposisi infeksi dan gangguan kosmetik. Pada berbagai jenis kelainan bawaan masih dapat di koreksi dan dicegah terjadinya gangguan faal yang berat melalui tindakan bedah. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain ultrasonografi dan pungsi cairan amnion. Identifikasi dini dan penanganan yang tepat diharapkan akan memberikan hasil yang baik untuk perkembangan fisik dan psikologis pasien.

2.  Saran
Pemberian asuhan keperawatan harus memperhatikan sumber daya dan kesiapan mental yang dimiliki oleh klien untuk mencegah timbulnya masalah yang tidak diinginkan.
Perlu adanya pola pendekatan dengan model asuhan keperawatan yang benar dalam perawatan klien.




DAFTAR PUSTAKA

Catzel, pincus dkk. 1990. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
Markum, A.H. 1997. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Rosenstein, Beryl J. 1997. Intisari Pediatri Panduan Praktis Pediatri Klinik Edisi II. Jakarta : Hipokrates.
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidarat, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Suriadi. 2001. suhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV Sagung Seto.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar