BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Varicella
Zooster Virus (VZV) adalah penyebab dari sindroma klinik Varicella atau
Chickenpox. Varicella merupakan penyakit yang biasanya tidak berat, sembuh
dengan sendirinya, dan merupakan infeksi primer (1,2,3).
Zooster sebagai kesatuan klinis yang berbeda, disebabkan oleh reaktivitas dari VZV setelah infeksi primer, dimana VZV (disebut juga Human Herpes Virus – 3 / HVH-3) sendiri adalah virus dengan DNA double-stranded yang termasuk Alphaherpesvirinae(1,4).
Zooster sebagai kesatuan klinis yang berbeda, disebabkan oleh reaktivitas dari VZV setelah infeksi primer, dimana VZV (disebut juga Human Herpes Virus – 3 / HVH-3) sendiri adalah virus dengan DNA double-stranded yang termasuk Alphaherpesvirinae(1,4).
Setelah
infeksi primer, VZV menempati sistem saraf sensoris terutama di Geniculatum,
Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant di sana untuk beberapa tahun. Dengan
bertambahnya umur atau keadaan immunocompromised, virus menjadi aktif kembali
dan turun dari sistem saraf sensoris ke kulit sehingga muncul erupsi di kulit
atau keluhan lain seperti nyeri tanpa manifestasi yang nampak di kulit (3,4,5).
Varicella
atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak usia
sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10 tahun.
Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun morbiditas meningkat
pada orang dewasa dan pada pasien dengan immunocompromised.
Data
lain menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit dalam
satu tahun, dan mortalitasnya 50 – 100 kematian dalam satu tahun, dengan
perkiraan biaya perawatan mencapai 400 juta dollar sehingga pada tahun 1995
diadopsilah vaksinasi untuk penyakit ini (1,2).
- Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini asuhan keperawatan ini adalah
untuk membahas mengenai cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya
penyakit varicella pada anak.
- Manfaat
Manfaat dari asuhan keperawatan anak dengan
varicella ini bermanfaat untuk melakukuan askep yang valid mulai dari pengkajian,
diagnose keperawatan, proses kaperawatan, implementasi, evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi
June M. Thomson
mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit
berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel
selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986, p. 1483).
Sedangkan menurut
Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim cacar air atau chickenpox adalah
infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa
yang secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi
terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).
B. ANATOMII
FISIOLOGI
organ kulit
1)Epidermis
(Kutilkula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki
struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan,
antara lain seperti berikut :
a) Stratum
korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk.
Letak lapisan
ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis ini disusun
oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami pengelupasansecara
perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur yang baru.
b) Stratum
lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut.
Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna kulit akan
menjadi semakin gelap. Coba Anda perhatikan kulit orang “suku Dani di Irian
dengan suku Dayak di Kalimantan pada Gambar 7.8!
Jika dikaitkan
dengan hal ini apa yang terjadi pada kulit dari kedua suku tersebut? Selain
memberikan warna pada kulit, melanin ini juga berfungsi untuk melindungi sel-sel
kulit dari sinar ultraviolet matahari yang dapat membahayakan kulit. Walaupun
sebenarnya dalam jumlah yang tepat sinar ultraviolet ini bermanfaat untuk
mengubah lemaktertentu di kulit menjadi vitamin D, tetapi dalam jumlah yang
berlebihan sangat berbahaya bagi kulit. Kadang-kadang seseorang menghindari
sinar matahari di siang hari yang terik, karena ingin menghindari sinar
ultraviolet ini. Hal ini disebabkan karena ternyata sinar ultraviolet ini dapat
membuat kulit semakin hitam. Berdasarkan riset, sinar ultraviolet
dapat
merangsang pembentukan melanosit menjadi lebih banyak untuk tujuan perlindungan
terhadap kulit. Sedangkan jika kita lihat seseorang mempunyai kulit kuning
langsat, ini disebabkan orang tersebut memiliki pigmen karoten. c) Stratum granulosum,
yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin. Lapisan ini terdiri
atas sel-sel hidup dan terletak pada bagian paling bawah dari jaringan
epidermis. d) Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena
lapisan ini merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah
luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel yang baru terbentuk akan
mendorong sel-sel yang ada di atasnya selanjutnya sel ini juga akan didorong
dari bawah oleh sel yang lebih baru lagi. Pada
saat yang sama
sel-sel lapisan paling luar mengelupas dan gugur.
2)
Jaringan
dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada epidermis, yang terdiri atas
banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5
mm. Dermis dibentuk oleh serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang
terdiri atas kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari
protein tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya
kasar dan keriput. Lapisan dermis terletak di bawah
lapisan
epidermis. Lapisan dermis terdiri atas bagian-bagian berikut. Folikel rambut
dan struktur sekitarnya
a)Akar Rambut
Di sekitar
akar rambut terdapat otot polos penegak rambut (Musculus arektor pili), dan
ujung saraf indera perasa nyeri. Udara dingin akan membuat otot-otot ini
berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan berdiri. Adanya saraf-saraf perasa
mengakibatkan rasa nyeri apabila rambut dicabut.
b)Pembuluh
Darah
Pembuluh darah
banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui pembuluh darah ini akar-akar
rambut mendapatkan makanan, sehingga rambut dapat tumbuh.
c)Kelenjar
Minyak (glandula sebasea) Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar rambut.
Adanya kelenjar minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak kering.
d)Kelenjar
Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar
keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat berbentuk botol dan
bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar
keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar hidung, dan lain-lain. Kelenjar
keringat tidak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki.
e)Serabut
Saraf
Pada lapisan
dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf sensoris.
Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin, nyeri, dan
sebagainya.
Jaringan
dermis juga dapat menghasilkan zat feromon, yaitu suatu zat yang memiliki bau
khas pada seorang wanita maupun laki-laki. Feromon ini dapat memikat lawan
jenisDermis (Kulit Jangat)
C. Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan
virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan
timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah
sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis
mulai dari gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa
yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas
berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama didaerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional). Penyakit
ini biasanya disertai rasa gatal.
E. PATOFISIOLOGI
Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu
Herpes Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung dengan
lesi di kulit penderita.
Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal. Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang memungkinkan.
Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel – partikel virus yang menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu.
Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari setelah muncul rash pertama kali.
Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang sehat.
Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme imunologi host gagal menekan replikasi virus, namun VZV diaktifkan kembali jika mekanisme host gagal menampilkan virus. Kadang – kadang terjadi setelah ada trauma langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes zoster. Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.
Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal. Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang memungkinkan.
Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel – partikel virus yang menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu.
Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari setelah muncul rash pertama kali.
Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang sehat.
Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme imunologi host gagal menekan replikasi virus, namun VZV diaktifkan kembali jika mekanisme host gagal menampilkan virus. Kadang – kadang terjadi setelah ada trauma langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes zoster. Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.
Infeksi varicella zoster
Kontak langsung inhalasi
Virus II virus I
Partikel virus infeksi
Menyebar dikulit slptkonjugtiva lapsn mukosa sal nafas
4-16 hari 4-6 hari
Ensepalitis,hepatitis, typical vesikuler menggandakan diri
Pneumonia
Menlarkan penykt diliver,spleen.organ
lain
Lesi mengeras
Vurus varicella
Kekebalan
tubuh
F.
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan
analgesik, untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedativ. Secara lokal
diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (antipruritus) seperti
menthol, kamfor dll, untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta
menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat anti virus
seperti asiklovir dengan dosisi 5 x 400 mg sehari selama 7 hari dengan hasil
yang cukup baik. Selain itu dapat pula diberikan imunotimulator seperti isoprinosin. Satu
tablet 500 mg. Dosisnya 50 mg/kg berat badan sehari, dengan dosisi maksimum
3000 mg sehari. Umumnya dosis untuk orang dewasa 6 x 1 tablet atau 4 x 1 tablet
sehari. Lama pengobatan sampai penyakit membaik. Obat ini diberikan jika lama
penyakitnya telah lebih 3 hari.
2. KONSEP DASAR ASKEP
A. Pengkajian
· Gejala subyektif berupa
keluhan nyeri kepala, anorexia dan malese.
· Pada kulit dan membran
mukosa :
Lesi dalam berbagai tahap perkembangannya : mulai dari
makula eritematosa yang muncul selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan cepat
menjadi vesikel dan krusta yang dimulai pada badan dan menyebar secara
sentrifubal kemuka dan ekstremitas. Lesi dapat pula terjadi pada mukosa, palatum
dan konjunctiva.
· Suhu : dapat terjadi
demam antara 38°-39° C
b. Diagnosa keperawatan
1. gangguan integritas kulit b/d Trauma
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d kerusakan
kulit/jaringan
3. Potensial penularan infeksi b/d kerusakan
perlindungan kulit
4. Kurang pengetahuan b/d salah
interpretasi informasi
c. Intervensi
keperawatan
DX 1
gangguan
integritas kulit B/D trauma
Intervensi :
· Anjurkan mandi secara
teratur
· Hindari menggaruk lesi
· Gunakan pakaian yang
halus/lembut
DX2
Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d kerusakan kulit/jaringan
· Gunakan analgetik dan bedak
antipruritus.
· Pertahankan suhu ruangan
tetap sejuk dengan kelembaban yang adekuat.
DX3
Potensial
penularan infeksi b/d kerusakan perlindungan kulit
· Lakukan isolasi (strict isolation) :
Prosedur strict isolation :
a. Ruangan tersendiri; pintu
harus selalu tertutup. Klien yang terinfeksi karena organisme yang sama dapat ditempatkan dalam
ruangan yang sama.
b. Gunakan masker, pakaian
khusus, dan sarung tangan bagi semua orang yang masuk kedalam ruangan.
c. Selalu cuci tangan setelah
menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan terkontaminasi serta sebelum
memberikan tindakan kepada klien lain.
d. Semua benda-benda yang
terkontaminasi dibuang atau dimasukan kedalam tempat khusus dan diberi label
sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses ulang kembali
DX4
Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi
· Ajarkan pada orang tua dalam
melakukan perawatan terhadap anaknya di ruamah tentang hal-hal di atas.
· Jelaskan bahwa demam d apat
diatasi dengan melakukan tepid sponge bath.
Jealskan bahwa penggunaan
medikasi harus sesuai dengan petunjuk dikter
D. IMPLEMENTASI
gangguan integritas kulit B/D trauma dapat dilakukan
tindakan :
·1. Menganjurkan mandi secara
teratur
2. Menghindari menggaruk lesi
3. Menggunakan pakaian yang
halus/lembut
E. Evaluasi
Masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi
apabila :
Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut
minimal.
· Krusta berkurang
· Suhu kulit, kelembaban dan
warna kulit serta membran mukosa normal alami
Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder
· Tidak terdapat kelainan
neurologik
· Tidak terjadi kelainan
respiratorik.
Suhu tubuh normal
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Varicella
atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada anak usia
sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10 tahun.
Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun morbiditas meningkat
pada orang dewasa dan pada pasien dengan immunocompromised. Data lain
menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit dalam satu
tahun, dan mortalitasnya 50 – 100 kematian dalam satu tahun, dengan perkiraan
biaya perawatan mencapai 400 juta dollar sehingga pada tahun 1995 diadopsilah
vaksinasi untuk penyakit ini (1,2).
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Djuanda (1993). Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia,
Jakarta, 1993.
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The
C.V. Mosby Company, Toronto.
Arief, M, Suproharta,
Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi.
2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta
: Prima Medikal.
Closkey, Mc, et
all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar