Selamat Datang Di Beranda Yang Sangat Sederhana Ini....... ^_^

Thalasemia


BAB I
PENDAHULUAN

1.  Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.1
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalassemia berbahaya setiap tahunnya. Thalassemia terutama menimpa keturunan Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit thalassemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.
Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit thalassemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi penyebab utama kematian anak-anak penderita thalassemia major yang tidak mendapat perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia major, transfusi darah dan suntikan antibiotic sangat diperlukan.
Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal. Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping, yaitu pengendapan besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung dan organ- organ tubuh lain.

B. Tujuan
· Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit thalassemia.
· Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit thalasemia.
· Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita.
· Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat

3.  Manfaat
1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu terutama dalam kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan thalasemia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya penatalaksanaan berhubungan dengan thalasemia.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran thalasemia di suatu masyarakat sehingga dapat melakukan penatalaksanaan dan penekanan jumlah yang ada untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.  KONSEP DASAR TEORI
a.  Definisi
            Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.
Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.

Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabka anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor, si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.

                 Gambar penurunan thalasemia

b.  Anatomi Fisiologi
1)  Sel darah merah
HP3.JPGSel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Leukosit berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter sekitar 7,5 mm dan tebal 2 mm.
Pembentukan sel darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik. Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.
2)  Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.
Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.

a)      2 Suksinil-KoA + 2 glisin
b)      4 pirol ® protoporfirin Ix
c)      protoporfirin IX + Fe++ ® Heme
d)     Heme + Polipeptida ® Rantai hemoglobin (a atau b)
e)      2 rantai a + 2 rantai b ® hemoglobin A
3)  Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall, 1997).

c.  Etiologi
            Faktor penyebab thalasemia berupa faktor genetik (keturunan) yang berarti diturunkan dari sifat yang dibawa orang tuanya, pada thalasemia terjadi kerusakan pada sel darah merah yang disebabkan karena  hemoglinopati yang diakibatkan oleh gangguan produksi hemoglobin. Gangguan ini dapat berupa :
·         Gangguan pada strukur pembentukan hemoglotan (terbentuk hemoglotan abnormal, misalnya Hb S, Hb F O.
·         Gangguan jumlah rantai hemoglobin terutama rantai Beta yang dapat juga mempengaruhi rantai Alpha.

d.  Gejala Klinis
            Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Anemia
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang cranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago














e.  Patofisiologi

f.  Penatalaksanaan
1)  Medis
·         Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
·         Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
·         Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.


2)  Terapeutik
Terapi suportif bertujuan mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah ekspansi sum-sum tulang dan deformitas tulang yang diakibatkannya, serta menyediakan eritrosit dengan jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas fisik yang normal. Transfuse darah merupakan dasar penatalaksanaan medis.
Keuntungan terapi ini meliputi:

a)      Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis karena anak mampu turut serta dalam aktivitas normal.
b)      Penurunan kardiomegali dan hepatosplenomegali
c)      Perubahan pada tulang lebih sedikit
d)     Pertumbuhan dan perkembangan normal atau mendekati normal sampai mendekati pubertas
e)      Frekuensi infeksi lebih sedikit.

2.  KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a.  Pengkajian
1). Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalassemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar Laut Tengah (Mediterania), seperti: Turki, Yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia banyak dijumpai pada anak-anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.


2). Umur
Pada thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalassemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.
3). Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas atau infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4). Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapat data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalassemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5). Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6). Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.


7). Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya beresiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pernikahan sebenarnya perlu dilakukn karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8). Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core-ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga ada faktor risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9). Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
b) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
d) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
e) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (Hepatosplemagali).
g) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB-nya berkurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas. Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya: tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemi kronik.
i) Kulit
Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (Hemosiderosis).

b.  Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
c.  Intervensi
1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidak normalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
·         Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
·         Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
·         Bebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
·         Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.
·         Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
·         Anak terbebas dari infeksi.
Intervensi :

1)      Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
2)      Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
3)      Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
4)      Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
5)      Beri informasi pada keluarga tentang HE dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6)      Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
Kriteria Hasil :
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Intervensi :

1)      Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus-menerus meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
2)      Kenali macam- macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3)      Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4)      Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

3. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan:
·         Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
·         Agar menerima dorongan yang cukup.
Kriteria Hasil :
·         Anak dan keluarga dapat benar-benar mengetahui tentang penyakit si anak secara etiologi dan terapi-terapinya.
·         Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.
Intervensi :

1)      Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran-pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2)      Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3)      Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4)      Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5)      Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
6)      Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
7)      Daftarkan anak pada klinik anemia
Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.

d.  Implementasi
1)      Melakukan pendekatan pada px dan keluarga
2)      Mengobservasi tanda-tanda vital.
3)      Memberi penjelasan pada px dan keluarga tentang penyakit thalashimea.
4)      Berkolaborasi dengan tim medis


e.  Evaluasi
Thalassemia mayor dapat berlangsung secara perlahan tanpa dikendalikan sampai paruh kedua masa bayi. Efek klinis thalassemiamayor terutama menyebabkan 1) defektif sintesis HbA,
2) gangguan sel darah merah secara structural, dan
3) pemendekan usia eritrosit.
Pemeriksaan hematologi mengungkapkan perubahan yang khas pada sel darah merah (yaitu, mikrositosis, hipokromia, anisositosis, poikilositosis, sel-sel target dan basophilic stipling [bercak-bercak berbentuk batang] pada berbagai stadium). Kada Hb dan hematokrit (Ht) yang rendah terlihat pada anemia berat, walaupun kedua angka tersebut secara khas lebih rendah dibandingkan angka penurunan jumlah eritrosit karena ploriferasi eritrosit yang imatur. Hasil pemeriksaan elektroforesis Hb akan memastikan diagnosis, dan foto ronsen/radiograf tulang yang terkait akan mengungkapkan gambaran yang khas.









BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
            Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga osteoporosis. Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam float dan beberapa terapi.

2.  Saran
            Thalassemia ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti anemia biasa, maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan pengobatan sejak dini serta konsultasikan kepada dokter. Untuk menghindari resiko akibat penyakit thalassemia, Pemerintah diharapkan agar menghimbau dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai penyakit thalassemia dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E et al ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan; Edisi 3 ; Jakarta
Nanda : 2001; Nursing Diagnoses:Definition & Classification 2001 – 2002, Philadelpia USA 
Nelson ; 1995 ; Ilmu Kesehatan Anak; Edisi 15 ; Volume 2 ; EGC ; Jakarta 
Ngastiyah ; 1997 ; Perawatan Anak Sakit;  EGC  ; Jakarta  Tucker,
Suriadi, Yuluiani r: 2001; Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, CV Sagung Seto, Jakarata
Susan Martin et al : 1998 ; Standar Perawatan Pasien-Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi ; Edisi V ; Volume 4 ; EGC ; Jakarta