Selamat Datang Di Beranda Yang Sangat Sederhana Ini....... ^_^

ASKEP GASTROENTRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
            Penyakit diare (Gastroenteritis) hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Padahal berbagai upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya perubahan tingkah laku dengan melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan. Setiap tahun penyakit ini menduduki peringkat atas,
khususnya di daerah-daerah miskin (Astuti MSA, 2005).
Uniknya, jumlah penderita diare yang datang ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) jauh lebih sedikit dibanding jumlah penderita sebenarnya. Mereka yang memeriksakan diri ke Puskesmas didata hanya 25 dari per 1.000 penduduk. Namun berdasarkan survei yang dilakukan Depkes (Departemen Kesehatan) melalui survei kesehatan rumah tangga, ternyata penderita diare berjumlah 300 per 1.000 penduduk (Notoatmojo, dkk, 2005).
Diare menyerang siapa raja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala buang air terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa sembuh dengan sendirinya, tanpa perlu pertolongan media. Memang diare jarang sekali yang berakibat kematian, tapi bukan berarti bisa dianggap remeh. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak, alias muntaber ini bisa
dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia, artinya terjadi secara terus menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di daerah-daerah miskin. Di kawasan miskin tersebut umumya penyakit diare dipahami bukan sebagai penyakit klinis, sehingga cara penyembuhannya tidak melalui pengobatan medik (Sonata, 2000).
Kesenjangan pemahaman semacam ini merupakan salah satu penyebab penting yang berakibat pada lambatnya penurunan angka kematian akibat diare. Kesenjangan pemahaman akan keadaan tubuh, dikarenakan bahwa masyarakat mengembangkan pengertian sendiri tentang sehat dan sakit sesuai dengan hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh generasi sebelumnya.(Wolinsky, 2000)
Artinya, masyarakat lapisan bawah seringkali mendefinisikan dirinya sakit tergantung pada persepsi dirinya akan penyakit tersebut. Mungkin, mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan penyakit yang serius bila penyakit tersebut telah mengganggu aktivitasnya dalam
mengerjakan pekerjaan pokoknya. Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat
berkembangnya diare. Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan kumuh terus berkembang, karena semakin mahal dan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman. Kerapatan, bangunannya sangat tinggi (walaupun bangunannya permanen), tidak teratur, kondisi ventilasinya buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik merupakan ciri pemukiman kumuh. (Astuti MSA, 2005).
Lingkungan yang buruk disertai rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku sehat menjadikan kawasan kumuh sebagai kawasan yang rawan akan penyebaran penyakit. Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit menular. Karena itu berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni kawasan kumuh. Penyakit menular yang sering dijumpai adalah diare, diikuti dengan penyakit infeksi lainnya seperti thypoid, ispa, penyakit kulit, campak, leptospirosis, demam berdarah dangue (Astuti, 2002). Kelangkaan air bersih menjadi sebab utama pemicu penyakit ini. Gaya hidup yang jorok, tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus rentan terhadap serangan virus diare. Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, berkembangnya perilaku pencegahan ini sangat tergantung pada kondisi pribadi masing-masing individu, termasuk persepsi individu bersangkutan dalam memandang diare. Dengan kata lain jika seseorang mempersepsikan diare adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan dapat diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar tidak terserang diare. (Notoatmojo, dkk, 2005).
Mengacu pada pemikiran masyarakat mengembangkan pengertian sendiri tentang sehat dan sakit sesuai dengan pengalaman hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh generasi sebelumnya, maka pencegahan penyakit diare yang sering dilaporkan terjadi akibat lingkungan yang buruk tergantung persepsi masyarakat tentang diare. Artinya, jika diare dipersepsikan sebagai suatu penyakit tidak serius dan tidak mengancam kehidupannya maka perilaku pencegahan akan penyakit diare pun tidak terlalu serius dilakukan. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan masalah kesehatan yang menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit menular.



2.  Tujuan
a.  Tujuan Umum
       Makalah ini mempunyai tujuan umum yakni sebagai sumber pengetahuan tentang Gastroenteritis (GE) atau Diare.
b.  Tujuan Khusus
1)      Sebagai sumber penambahan pengetahuan bagi siapapun yang mempelajari atau membacanya.
2)      Bagi penyusun makalah merupakan sarana belajar.
3)      Sebagai penyelesaian tugas yang telah diberikan.

3.  Manfaat
1. Keilmuan / Teori
Menambah ilmu terutama dalam kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan diare (Gastroenteritis) dan memperbaharui teori yang ada tentang Gastroenteritis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya penatalaksanaan berhubungan dengan Gastroenteritis.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran Gastroenteritis di suatu masyarakat sehingga dapat melakukan penatalaksanaan dan penekanan jumlah yang ada untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.  KONSEP DASAR TEORI
a.  Definisi
Gastroentritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (Marlenan Mayers,1995). Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

b.  Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan yang terdapat pada manusia :



1). Rongga mulut
Di dalam rongga mulut terdapat gigi, lidah dan juga kelenjar lidah. Gigi pada anak-anak disebut gigi susu (gigi sulung). Jumlah dari gigi anak anak berjumlah dua puluh (20) buah yang terdiri dari 8 buah gigi seri 4 buah gigi taringdangeraham 8 buah, setelah berumur 6-14 tahun gigi susu diganti dengan gigi tetap, jumlahnya 8 gigi seri 4 gigi taring, 8 buah gigi geraham dan 12 geraham belakang.
Fungsi gigi :
a)      Gigi seri berfungsi untukmemotong makanan
b)      Gigi taring berfungsi merobekmakanan
c)      Geraham berfungsi untuk mengunyah makanan
Fungsi lidah :
a)      Sebagai pengecap rasa makanan
b)      Sebagai laat pemindah makanan
c)      Sebagai alat bantu menelanmakanan
Kelenjar ludah menghasilkan ludah (saliva) sebanyak 2,5 liter per harinya. Di dalam rongga mulut terdapat 3 pasang kelenjar ludah, yaitu kelenjar ludah parotis,kelenjar ludah rahang bawah dan kelenjar ludah bawah lidah, Ludah merupakan cairan pekat yang mengandung air, lendir, garam dan enzim ptialin (amilase).

2). Kerongkongan (esofagus)
Kerongkongan menghubungkan mulut dengan lambung, pada kerongkongan terdapat faring (tekak) yang merupakan persimpangan antara tenggorok dengan kerongkongan.Pada pangkal faring terdapat epiglotis (katup pangkal teggorok).
3). Lambung (ventrikulus)
Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah sekat rongga badan. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan. Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari (duodenum).
Di dalam lambung, makanan dicerna secara kmiawi. Dinding lambung tersusun dari tiga lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang dan menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca²+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya reninm sus yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usu tanpa sempat dicerna.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otopilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.
Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.
4). Usus halus (intestinum tenue)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
c.  Etiologi
Penyebab dari diare akut antara lain :
       1)  Faktor Infeksi
a)  Infeksi Virus
·         Retavirus
o  Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
o  Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
o  Dapat ditemukan demam atau muntah.
o  Di dapatkan penurunan HCC.
·         Enterovirus
o   Biasanya timbul pada musim panas.
·         Adenovirus
o   Timbul sepanjang tahun.
o   Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan.
·         Norwalk
o   Epidemik
o   Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
            b)  Bakteri
·         Stigella
o   Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
o   Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
o   Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
o   Muntah yang tidak menonjol
o   Sel polos dalam feses
o   Sel batang dalam darah
·         Salmonella
o   Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
o   Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
o   Mungkin ada peningkatan temperatur
o   Muntah tidak menonjol
o   Sel polos dalam feses
o   Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
o   Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.
·         Escherichia coli
o   Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
o   Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.
·         Campylobacter
o   Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
o   Kram abdomen yang hebat.
o   Muntah/dehidrasi jarang terjadi
·         Yersinia Enterecolitica
o   Feses mukosa
o   Sering didapatkan sel polos pada feses.
o   Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
o   Diare selama 1-2 minggu.
o   Sering menyerupai apendicitis.
       2)  Faktor Non Infeksiosus
·         Malabsorbsi
o   Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
o   Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
o   Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.
·         Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, down milk protein senditive enteropathy/CMPSE).
·         Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.
d. Gejala Klinis
·         Nyeri perut (abdominal discomfort)
·         Rasa perih di ulu hati
·         Mual, kadang-kadang sampai muntah
·         Nafsu makan berkurang
·         Rasa lekas kenyang
·         Perut kembung
·         Rasa panas di dada dan perut
·         Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
e.  Patofisiologi
      
f.  Penatalaksanaan
1)      Pemberian cairan.
2)      Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
3)      Obat-obatan.

2.  KONSEP DASAR ASKEP
a.  Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assessment. Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
·         Identitas klien.
·         Riwayat keperawatan.
o   Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
o   Keluhan utama : Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
·         Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
·         Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
·         Kebutuhan dasar.
o   Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
o   Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
o   Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
o   Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
o   Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
1)      Pemerikasaan fisik.
o   Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat, dan lemah, pernapasan agak cepat.
o   Pemeriksaan sistematik :
§  Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut, dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
§  Perkusi : adanya distensi abdomen.
§  Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
§  Auskultasi : terdengarnya bising usus.
o   Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

o   Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

b.  Diagnosa Keperawatan
1)   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2)   Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
3)   Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
4)   Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
5)   Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
c.  Intervensi
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o   Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o   Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o   Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1)   Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Rasional : Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2)   Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3)   Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4)   Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5)   Kolaborasi :
-    Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Rasional : koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
-    Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-    Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
Rasional : anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan        : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil:
o   Nafsu makan meningkat
o   BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1)      Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
Rasional : Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2)      Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3)      Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4)      Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5)      Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
Rasional : Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan        :  Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
o   Suhu tubuh dalam batas normal ( 360 - 37,50 C)
o   Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1)      Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2)      Berikan kompres hangat
Rasional : merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3)      Kolaborasi pemberian antipirektik
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan      : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil :
·         Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
·         Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1)      Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
Rasional : Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2)      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
Rasional : Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3)      Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
Rasional : Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi.

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan      : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :  Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
Rasional : mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
Rasional : menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4)      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
Rasional : Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
d.  Implementasi
1)      Melakukan pendekatan pada px dan keluarga
2)      Mengkaji factor yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan
3)      Memberi penjelasan pada px dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan nutrisi bagi tubuh
4)      Berkolaborasi dengan tim medis

e.  Evaluasi
1.      Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3.      Integritas kulit kembali normal.
4.      Rasa nyaman terpenuhi.
5.      Pengetahuan kelurga meningkat
6.      Cemas pada klien teratasi.









BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
            Gastroentritis (GE) atau lebih dikenal dengan nama diare sering kali dianggap remeh oleh sebagian besar masyarakat, karena cenderung penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Jika masyarakat tahu apa dampak dari penyait ini mungkin mereka akan merubah pola fikir mereka yang menganggap remeh pada penyakit ini, karena gastroenteritis bisa berakibat fatal.  Gastroentritis dapat menyerang siapa pun tanpa mengenal jenis kelamin dan golongan, tapi hamper sebagian besar masyarakt yang terjangkit penyakit ini adalah masyarakat pemukiman kumuh. Hal ini terjadi karena kurangnya kebersihan pada daerah tersebut, dan kurangnya kesadaran tiap individu untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.

2.  Saran
Banyak hal yang semesti dilakukan dalam penanganan gastroenteritis di antaranya:
1. Menggunakan air bersih dan santasi yang baik.
2. Memasak makanan dan air minum hingga matang.
3. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
4. Menghindari makanan yang telah tekontaminasi oleh lalat.
5. Tidak mengkonsumsi makanan yang basi.
6. Menghindari makanan yang dapat menimbulkan diare.
7. Makan dan minum secara teratur, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Jual.1999.Diagnosa Keperawatan edisi 8.Jakarta:EGC.
Fakultas Kedokteran Unifersitas Indonesia.2000.Kapita Selekta Kedokteran edisi 2.Jakarta:Media Aesculapius.
http://askep.blogspot.2008.Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Penyakit        Gastroenteritis.html
http://hursing begin.com/asuhan keperawatan pada Pasien Gastroenteritis.
Ngastiyah.1999.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC.
Pearce,Evelyn.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama



Tidak ada komentar:

Posting Komentar